Rabu, 16 Maret 2016

Jadilah dirimu sendiri!

Aku Istimewa karena Aku Berbeda

         

   Aku membuka mata. Menyaksikan dunia kembali terang. Dengan semangat aku bangkit dari tempat tidurku. Ini hari minggu. Hari bersenang dengan kawan-kawan. Setelah mandi dan merapikan diria aku berlarian menuju lapangan kecil disamping rumah nenekku. Sudah kuduga teman-temanku sudah berkumpul disana. Mereka sudah mulai bermain.
            “aku ikut main dong” kataku sesampainya aku didepan mereka.            “kamu mau ikut main dengan kami? Ada syaratnya ki”
            “apa syaratnya?”            “kamu harus bisa bilang “R” dulu”            Aku terdiam saja. Ingin rasanya ku tarik-tarik rambutnya. Jika saja aku tak ingat pesan ibu untuk tidak balas dendam. Akhirnya aku pulang dengan kecewa. Ini bukan minggu yang kuinginkan.
            Kejadian lebih menyakitkan terjadi saat aku SMA. Waktu itu aku mengikuti lomba Musabaqoh Qiroatul Kutub tingkat provinsi di Semarang. Mewakili ponok pesantren Asaasunnajaah Kesugihan Cilacap.            “aghho’du” yang kumaksud “arro’du. Salah satu juri meledekku. Memintaku mengulangi kata itu berungkali. Dan kulihat dia tertawa disusul dengan tawaan dari juri-juri lainnya. Bahkan kudengar suarariuh dari penonton yang juga menertawakanku. Sugguh itu sangat menyakitkan. Baru saja percaya diriku meningkat karena ditunjuk mewakili pondok pesantrenku. Kini aku terjatuh lagi. Ditertawakan orang-orang satu ruangan karena kekuranganku itu membuatku ingin menggebrak meja dan lari. Jika saja aku tak ingat pesan ibu untuk selalu bersikap santun.            Itu hanyalah sebagian kejadian yang membuatku akhi rnya menutup diri. Menjadikanku sukar berkomunikasi. Aku selalu saja merasa akan dihina ketika bicara dengan oranglain. Mungkin saja mereka bercanda tapi tetap saja membuatku sakit. Bahkan sakit itu masih ada sampai kini. Sampai aku tumbuh besar dan menjalani pendidikan di perguruan tinggi di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Surabaya. Meski aku selalu minder dan merasa gagal dalam hal berkomunikasi dan hal bicara. Tapi aku tetap memperdulikan akademikku. Hingga sekarang aku menjadi mahasiswa berbeasiswa dari KEMENAG.            Kini masalah yang kuhadapi lebih rumit dari yang kuhadapi semasa di sekolah dulu. Dengan sistem belajar yang berbeda disini membuatku harus bisa lebih meahan diri dari menutup diri. berbeda dengan masa di sekolah, kini di setiap mata kuliah mengharuskanku presentasi. Maju kedepan dan berbicara adalah hal yang paling kubenci selama hidupku.              Kini aku masih saja menemukan candaan yang paling tidak suka. Candaan tentang kekuranganku itu. Tapi kini aku hanya bisa meneguhkan hatiku. Lebih besabar dan tak marah. Toh sebenarnya merekapun juga hanya bercanda.            Hingga tiba saat aku menempuh semester tiga. Bertemu dengan salahsatu dosen yang mungkin membaca gelagatku. Membaca keminderanku. Sehabis presentasi beliau memanggilku dan bicara padaku            “coba kamu bilang “R”’’ sudah kuduga. Aku menurut saja meski aku ragu apa yang akan belaiau lakukan.            “kamu minder ya nak dengan kekuranganmu itu” aku mengangguk mengiyakan.            “coba sekarang kamu tulis prestasi apa saja yang kau dapatkan selama hidupmu” beliau menyodorkan kertas dan bolpoin didepanku.            Aku mulai menulisnya dengan mengingat apa saja yang pernah kudapatkan selama aku hidup.            Aku berhenti di angka sepuluh.            “sudah pak”
            “belum, coba ingat-ingat lagi dnatulislah semuanya!”            Aku menuls lagi. Sampai hampir satu lembar.            “lihatlah nak,kau bisa menuliskan prestasi kamu yang sebanyak itu tapi kenapa kau mengeluhkan satu kekurangannmu yang sebenarnya bisa kau jadikan kelebihan itu”
Deg! Seperti ada sungai yang mengalir dihatiku. Sungai yang selama ini terbendung. Kini terbuka menyejukan. Mengalir memenuhi seluruh semangatku. Membuka benteng yang selama ini menghalangi langkahku.            Mulai sejak itu aku tak lagi merengekan tentang kekuranganku. Aku lebih percaya diri.  Kuacuhkan saja candaan yang dulu tak kusukai. Bahkan kini aku dan hatiku pun ikut bercanda soal itu. Ternyata menjadi diri sendiri itu lebih menyenangkan. Lebih mudah untuk dijalani. Kini tak ada lagi beban yang mengganjal dipundakku.                                                            *********            Hari-hariku kini semakin ringan. Kujalani aktifitas kampus dengan lebih percaya diri. kepercayaan diri ini kubawa untuk aktif di beberapa organisasi dan mengikuti pelatihan-pelatihan. Seperti minggu ini aku mengikuti pelatihan hypnotherapy di Pacet Mojokerto. Ada hal yang sangat membuatku lebih bersemangat lagi ketika mengikuti pelatihan ini.            “disini ada yang tidak bisa ngomong “R”?” kata pelatihnya waktu sesi pembukaan acara.            Semua orang menunjukku. Dan akupun mengacungkan diri. Beliau menyalamiku.            “kita sama, selamat kau telah menjadi istimewa karena kau berbeda dari teman sekelasmu”
            Aku tersenyum. Menyambut salaman beliau. Aku dipertemukan dengan orang hebat yang memilki keistimewaan (kini bukan lagi kekuarangan) sepertiku. Terimakasih Allah, Kau membuatku istimewa karena aku berbeda.              

0 komentar:

Posting Komentar