Rabu, 16 Maret 2016

Karena Tekad, Aku Nekat

Karena Tekad, Aku Nekat !

            Aku melangkah gontai menuju rumah. Barusaja kuambil surat pengumuman kelulusan MA. Bukan, bukan karena aku tak lulus. Bukan pula karena nilaiku dibawah rata-rata dan ayah ibu akan memarahiku. Bukan semua itu yang membuatku risau dalam perjalananku pulang.
            “kamu udah pulang nak?”  ada semburat kecemasan dalam wajah ibu saat menyambut anaknya yang sulung ini.
            “ iya sudah bu, ini surat pengumumannya bu”  aku menyodorkan amplop putih berkop sekolahku, MA MINAT 01 CILACAP. Kuambil posisi duduk disamping ibuku dengan wajah melas.
            “kamu kenapa nak? Kalo kamu nggak lulus, tak usah bersedih. Ibu dan ayah tak akan marah” ibu mengelus kepalaku. Ah ibu, tak ada tangan yang lebih menenangkan dibanding tanganmu bu. Mahasuci Allah yang menciptakan tangan tangan selembut beliau.
            Aku diam saja, tak menanggapi pertanyaan ibu. Ibu yag penasaran segera membuka amlop putih itu. Kulihat senyumnya mengembang tatkala melihat kata “TIDAK LULUS” tercoret disurat itu.
            “kamu lulus nak, terus kenapa kamu bersedih sayang?”  
            “Qiya pengin kuliah bu”  kulihat wajah ibu langsung murung. Aku tahu ibu pasti bingung. Jelas saja ibu bingung, kami bukan dari keluarga mampu sedang aku masih punya tiga adik yang masih sekolah. Selalu saja masalah ekonomi yang mengancam pendidikan pendidikan anak anak buruh tani di Indonesia semacam kami ini.   
            “ nanti kita bicarakan sama ayah yah”
            “iya bu, Qiya kekamar dulu bu” ibu mengangguk lemas.

            Dari dalam kamar kuintip ibu dari celah celah tembok kamarku yang masih terbuat dari kepang yang terbuat dari bambu. Kulihat beliau masih terdiam didepan kamarku. Kulihat airmatanya menetes. Ini membuatku merasa bersalah. Pasti beliau sedang memikirkan permintaanku yang dianggap “aneh” ini. Keinginanku untuk kuliah sangatlah besar. Aku ingin mengubah keluarga kecilku ini menjadi lebih baik. Aku ingin menjadi orang sukses dan bisa mensukseskan adik adikku. Aku yakin Allah merestuinya. Kini tinggal bagaimana aku berusaha dan terus berdoa.
                                                                        ***
            Malam ini terjadi perbincangan serius antara aku, ayah dan ibuku. Yeah… kami sedang membahas keinginanku untuk kuliah. Kulihat lagi ekspresi  murung malam ini. Bukan hanya diwajah ibu tapi juga diwajah ayah. Aku semakin merasa bersalah memiliki keinginan aneh ini. Tapi aku telah yakin aku akan bisa kuliah bagaimanapun itu.
            “ibu nggak keberatan kalo kamu kulaih nak, soal biaya nanti bisa kita pikirkan lagi. Biar nanti ibu juga ikut kerja untuk tambah tambah uang buat kamu kuliah. Memangnya kamu mau kuliah dimana nduk?
            “ di UINSA bu, di Surabaya. Qiya pengin ambil jurusan Bimbingan Konseling”
            “doakan ibu nduk supaya ibu punya uang buat kamu kuliah,tapi maafkan ibu mungkin kamu bisa kuliah baru tahun depan. Untuk tahun ini biarkan ibu mengumpulkan uang dulu untuk biayanya, Surabaya jauh sekali nak dari Cilacap” aku masih melihat ayah yang belum angkat bicara.
            “ iya nggakpapa bu, kalo ayah gimana?” kutatap wajah ayah. Ada air yang siap menetes dari dua bola mata yang menyejukan itu. Oh betapa besar karunia tuhan menciptakan makhluk panutan seperti ayah ibuku.
            “ ayah ikut keputusan ibu saja nak”
            “ kalo Qiya kuliah tahun ini saja gimana bu? Nanti biar Qiya disana sekalian kerja untuk meringankan biaya kuliah Qiya”
            “kamu mau kerja apa nduk? Kamu itu perempuan satu satunya yag dimiliki ibu. Surabaya itu bukan Cilacap nduk, toh kamu sendirian disana” naluri seorang ibu pasti akan mencegahku melakukan hal yang mungkin menurut beliau “konyol” ini.
            “nggak bu, Qiya nggak sendirian. Qiya punya kaka kelas yang sudah kuliah disana. Dan dia juga bekerja disana bu, dia bisa membiayai kuliahnya dengan biaya sendiri. Dan dia siap membantuku bu, izinkan anakmu ya bu”
            “ nggak nak ibu nggak mengizinkannya!!!” ibu berkata dengan suara keras. Sungguh, baru kali ini ibu menggertakku setelah kejadian 8 tahun yang lalu saat ibu mengetahuiku mencuri tebu diladang pak lurah.
            Brakkk!!!
            Ibu membanting keras pintu kamarnya. Hatiku semakin miris, sangat miris.
            “pikirkan baik baik keinginanmu nak, biar ayah yang ngomong sama ibu” ayah beranjak dan mengelus jilbabku.
            Malam ini aku tak bisa tidur. Kulihat kota Surabaya, yang katanya mempunyai taman terbaik se-Asia itu sedang menari nari dilangit langit kamarku. Kututup wajahku dengan bantal. Ah bayangan kota itu kini menari dibantalku. Kubuka jendela, berharap angin malam mengusir bayangan kota itu. Tetap saja, malah kini bayangan itu menari diantara bintang bintang yang berkelip. Ah sudah seperti Ayu Tingting saja ini kota! Berpindah pindah panggung tarian. Huhh
                                                                        ***
            Untuk mengisi kekosongan hari liburku aku membantu ayah disawah yang sebelum itu kubantu ibu menyiapkan keperluan untuk adik adiku sekolah. Melihat ketiga adikku serasa ada beban yang harus kutanggung dipundaku. Kewajibanku sebagai anak sulung untuk membahagiakan dan mensukseskan mereka.
            Siang ini aku mendapatkan pelajaran tiada tara dari panasnya sang terik siang ini. Sungguh, perjuangan ayah mencari uang itu tak segampang yang aku bayangkan. Aku yang tak biasa terkena panas sangat berpeluh bahkan jilbab yang kukenakan sudah terasa seperti lautan keringat asinku. Bagaimana mungkin ayah kuat dengan terik seperti ini?
            “kalo cape, pulang saja sanah Qi… kasian ayah melihat kamu. Bantu saja ibu bikin makanan dirumah”  aku tersenyum menyambut perkataan ayah. Yah memang itu yang aku harapkan.
            “ hehe Qiya pulang dulu ya yah”
            Ayah tersenyum saja melihatku yang telah berlumur keringat. Untuk besok harinya mending aku dirumah saja membantu ibu yang untuk kali ini memang sedang mendapat pesanan bikin kue untuk hajatan tetangga.
            Tapi ibu masih bungkam perihal rencana nekatku untuk hidup di Surabaya dengan kerja sendiri. Meskipun aku telah begitu nekat tetap saja aku tak berani melangkahi kehendak orangtua. Padahal 3 minggu lagi pendaftaran gelombang satu akan ditutup. Aku sudah tak tahu lagi apa yang aku lakukan sekarang. Aku hanya berharap pada pertolongan Allah untuk menggerakan hati ibuku untuk mengizinkan aku untuk pergi ke Surabaya.
            Hari hari kujalani dengan membantu ibu merawat rumah, menyiapkan makanan, dan sesekali membuat kue jika memang ada pesanan. Hingga akhirnya tanggal penutupan pendaftaran tinggal 3 hari lagi sedang aku belum juga mendapatkan keputusan dari ayah ibu. Memang sih ibu sudah tak lagi “berdiam”  padaku, hanya saja aku belum berani lagi untuk menanyakannya. Aku takut, sangat takut ibu akan marah. Aku dilema, teramat dilema hingga aku tak berniat lagi makan delima yang ayah petikan dari kebun belakang rumah.
                                                                        ***
            Ini adalah malam hari terakhir pendaftaran. Tapi malam ini telah memberiku keputusan, yeah aku akan bertekad untuk menanyakan kembali pada ibu perihal pengizinanku merantau di provinsi tetangga.
            Lihatlah, mentari sedang mengolok olokku dari balik jendelaku yang telah terbuka. Mentari itu mengejekku yang ternyata kalah saing dalam menyambut dunia. Aku kesiangan! Ah memalukan sekali. Dan ternyata rumah sederhanaku telah sepi dari penghuni penghuni yang memang diajarkan untuk hidup sederhana. Langsung saja kubuka tutup makanan, bangun kesiangan ternyata membuatku kelaparan. Tapi anehnya dibalik tutup tak ada hal yang kucari. Hanya kutemukan kertas yang entah tulisan apa.
                        “ibu izinkan km ke Surabaya nak, uangnya ada di amplop. Sekarang pergilah, bukankah hari ini terkhir pendaftaran?”  
            Aku tak percaya itu tulisan ibu. Ini lebih dari makanan yang kucari untuk mengganjal perutku. Langsung saja kuraih amplop itu dan langsung ke warnet untuk mendaftarkan diri secra online dan ke bank BRI untuk membayar biaya pendaftarannya. Seminggu lagi aku test masuk kuliah. Oh senangnya… lihatlah mentari yang tadi pagi mengolok olokku pun ikut tersenyum melihat kegembiraanku. Terimakasih Allah…..
            Karena tekad, aku nekat. Tekadku yang telah tertancap begitu kuat membuat aku tak peduli apapun yang akan terjadi disana nanti. Aku nekat untuk menggapai tekadku. Yang pasti dengan dorongan orangtua. Hari ini, aku berangkat untuk mengikuti test masuk kampus UINSA. Tapi selepas selesei test aku tak langsung pulang. Aku akan langsung mencari kerjaan untuk membiayai hidupku dikota orang. Ibu telah mengizinkan aku pula jika aku ingin kerja bersama kaka kelasku, setelah ibu dengan diam diam menghubungi kaka kelas yang kuceritakan itu. Ah ibu, dalam diammu kau tak sepenuhnya diam.
                                                                        ***
            Sebulan yang lalu kulewati test masuk. Dan kini aku telah bekerja disebuah Laundry tak jauh dari kampusku. Disini aku ikut kaka kelas. Ditempat laundry inilah akan kuperjuangkan hidupku. Entah mengapa aku begitu optimis akan diterima di UINSA ini yang pasti dengan jurusan impianku, Bimbingan Konseling Islam. Besok adalah hari pengumuman hasil testnya. Hatiku berdebar, rasanya lebih berdebar saat ini disbanding saat kulihat Huda, orang yang pernah membuat hatiku berdebar itu mengajakku ke perpustakaan bareng waktu itu.
            Aku telah siap berangkat ke warnet guna melihat pengumuman hasil tes SBMPTAIN ku. Hpku berdering, ada telephone masuk dari rumah pasti ibu telah khawatir menanyakan pengumuman itu.
            “assalamu’alaikum bu”
            “wa’alaikumussalam nak,kamu pulang yah”
            “ kenapa bu? Qiya baru saja mau pergi ke warnet” 
            “kamu pulang nak, kamu harus pulang”  ada nada tangis diantara kata kata ibu yang kudengar.
            “ibu, bu”
Ah sambungan terputus. Ada perasaan tak enak. Aku harus pulang sekarang. Tak mungkin ibu menyuruh pulang tanpa alasan. Langsung kupergi ke terminal Bungurasih kebetulan  jadwal bis Rosalia Indah beberapa jam lagi akan berangkat. Gajihan pertamaku bulan ini terpaksa harus kupakai untuk pulang.
Kulihat rumahku telah ramai. Banyak orang berkerumunan dihalaman sempit rumahku. Ku menyelinap diantara kerumunan orang orang itu. Kulihat seseorang terbungkus kain putih. Aku melihat sosok yang begitu kenal sedag terbujur tak berdaya. Tangisku merebak. Ayaaaahhhh!!!!!!
Aku tak sanggup melihat jasadnya kini tak lagi bernyawa. Tak sanggup kulihat jasadnya yang tak lagi bernafas. Tak sanggup kulihat wajahnya yang sudah pucat pasi, matanya terpejam untuk selamanya.
Hari hariku berkabung. Tak lagi ku berniat kembali ke Surabaya. Aku telah lupa apa itu kuliah. Aku telah lupa apa itu SBMPTAIN. Aku telah lupa seperti apa itu semangat hidup. Aku hanya ingin satu, menyusul ayah. 
“ini surat untukmu dari ayah nduk” ibu yang sudah berminggu minggu tak pernah bicara kini menghampiriku. Semenjak kematian ayah yang memang sebelum kepergianku ke Surabaya sudah sering sakit sakitan. Hanya saja ayah tak pandai mengeluh hingga akhirnya Allah meisahkan beliau dari penakitnya serta memisahkannya dengan kami.
Kubuka kertas kecil bertuliskan tulisan ayah.
            “ kamu harus terus nekat untuk menggapai tekadmu nak. Bahagiakan ibu dan adik adikmu”
Jika bukan karenamu ayah, aku tak mungkin lagi kenal kata semangat. Jika bukan karenamu ayah, aku tak akan lagi beranjak dari keterpurukan. Aku harus bangkit, menggapai tekadku. Ayah, doakan anakmu…. Hari ini aku berangkat. Aku nekat lagi untuk kembali meraih tekadku. Surabaya, I’am Coming !!!
                                                            ***
Tujuh semester telah aku lalui. Aku benar benar menggapai tekadku untuk menyeleseikan kuliah. Alhamdulillah, aku bisa lulus di semester tujuh. Aku hampir saja tak percaya aku benar benar menyeleseikan kuliahku dengan hasil keringatku. Bahkan kini aku sudah active mengirimkan uang untuk sekolah adik adikku dengan membuka jasa laundry sendiri.
Dan kini, dihari ini, 27 September 2014 aku telah memakai toga yang dari dulu kuimpikan. Toga ini kupersembahkan untuk ayah ibu serta adik adikku. Terimakasih, kalianlah yang membuatku beertekad menggapai mimpiku. J  
           




0 komentar:

Posting Komentar